Rabu, 19 Juni 2013

Pemikir Abad 20 Max Horkheimer: Teori Kritis Mazhab Frankfurt


Pemikir Abad 20 Max Horkheimer:
Teori Kritis Mazhab Frankfurt



Teori kritis merupakan teori yang tidak berkaitan dengan prinsip-prinsip umum, tidak membentuk sistem ide. Teori ini berusaha memberikan kesadaran untuk membebaskan manusia dari irasionalisme. Dengan demikian fungsi teori ini adalah emansipatoris. Ciri teori ini adalah :
a)  Kritis terhadap masyarakat. Teori Kritis mempertanyakan sebab-sebab yang mengakibatkan penyelewengan-penyelewengan dalam masyarakat. Struktur masyarakat yang rapuh ini harus diubah.
b) Teori kritis berpikir secara historis, artinya berpijak pada proses masyarakat yang historis. Dengan kata lain teori kritis berakar pada suatu situasi pemikiran dan situasi sosial tertentu, misalnya material-ekonomis.
c) Teori kritis tidak menutup diri dari kemungkinan jatuhnya teori dalam suatu bentuk ideologis yang dimiliki oleh struktur dasar masyarakat. Inilah yang terjadi pada pemikiran filsafat modern. Menurut Madzhab Frankfurt, pemikiran tersebut telah berubah menjadi ideologi kam kapitalis. Teori harus memilikikekuatan, nilai dan kebebasan untuk mengkritik dirinya sendiri dan menghindari kemungkinan untuk menjadi ideologi.
d) Teori kritis tidak memisahkan teori dari praktek, pengetahuan dari tindakan, serta rasio teoritis dari rasio praktis. Perlu digarisbawahi bahwa rasio praktis tidak boleh dicampuradukkan dengan rasio instrumental yang hanya memperhitungkan alat atau sarana semata. Madzhab Frankfurt menunjukkan bahwa teori atau ilmu yang bebas nilai adalah palsu.
Teori kritis harus selalu melayani transformasi praktis masyarakat. Pada dasarnya Teori Kritis Aliran Frankfurt ingin memperjelas struktur yang dimiliki oleh masyarakat pasca industri serta melihat akibat-akibat struktur tersebut dalam kehidupan manusia dan kebudayaan secara rasional. Teori Kritis ingin menjelaskan hubungan manusia dengan bertolak dari pemahaman rasio instrumental. Teori Kritis ingin membangun teori yang mengkritik struktur dan  konfigurasi masyarakat aktual sebagai akibat dari suatu pemahaman yang keliru tentang rasionalitas.
            Frankfurt School merupakan istilah populer untuk menyebut kelompok cendekiawan yang terhimpun dalam Frankfurt Institute of Sosial Reaseach yang berpusat di Universitas Frankfurt Jerman. Lembaga ini didirikan oleh Felix J. Weil pada tanggal 3 Februari 1923 dan mendapat dukungan dari sekelompok intelektual Marxian yang berlatarbelakang berbagai disiplin ilmu pengetahun. Di antara mereka yang terkenal adalah Max Hokheimer lahir di Stuttgart, 14 Februari 1895 – meninggal di Nuremberg, 7 Juli 1973 pada umur 78 tahun) adalah seorang filsuf Jerman, yang menjadi salah satu filsuf generasi pertama dari Mazhab Frankfurt. Ia lahir pada tahun 1895 dan meninggal pada tahun 1973. Horkheimer merupakan keturunan Yahudi dan pengaruh tradisi Yahudi terlihat dalam pandangan Horkheimer tentang Allah.
Max Horkheimer adalah anak dari Moriz Hokheimer yang berkebangsaan Yahudi. Ia dididik dengan ketat dan otoriter supaya dapat meneruskan usaha perusahaan tenun ayahnya. Dalam persahabatan dengan Friedrich Pollock, ia berkenalan dengan dunia seni. Pada waktu kemudian, Horkheimer menginggalkan perusahaan tenun ayahnya karena ia dilarang menikahi Rose Christine Rieckher, sekretaris ayahnya, yang berusia sembilan tahun lebih tua. Setelah itu, ia berkenalan dengan filsafat dan belajar bahasa Perancis lewat buku yang berjudul Aphorisme on The Wisdom of Life. Buku inilah yang akan memengaruhi pemikirannya yang pesimistis terhadap rasionalisme yang mengajarkan kehendak buta manusia yang mengakibatkan tragedi manusia itu sendiri.
Tahun 1923 Horkheimer lulus dengan disertasi tentang Immanuel Kant. Tiga tahun kemudian ia dikukuhkan sebagai guru besar di Universitas Frankfurt dan semakin mendalami filsafat Kant dan Hegel. Ia juga akhirnya menikahi Rose Christine Rieckher. Setelah Perang Dunia I, perubahan peta politik membuat suksesnya Revolusi Bolshevik di Rusia, sehingga banyak cendikiawan Jerman yang beraliran kiri bergabung dengan Sekolah Frankfurt yang beraliran Marxisme. Dari sinilah Horkheimer berupaya untuk menyatakan kritiknya terhadap rakyat yang dicekam oleh kemajuan dalam kebebasan individunya.
Bulan Januari 1931, Horkheimer diangkat sebagai direktur baru Sekolah Frankfurt. Inilah zaman keemasan Sekolah Frankfurt, namun pada tahun 1933 yang beranggotakan kebanyakan orang-orang Yahudi bermigrasi ke Amerika karena tekanan Nazisme. Sekolah Frankfurt berpindah ke Amerika dan berafiliasi dengan Universitas Columbia. Pengalamannya di Amerika makin membuat keprihatinan besar Horkheimer terhadap masyarakat kapitalisme, sehingga pada tahun 1940 para ahli dari Frankfurt sangat pesimis, sebab individu makin terbelenggu oleh sistem. Pemikirannya menjadi pesimis sebab pembebasan tidak mungkin dijalankan dalam masyarakat modern, dia pun menjadi sangat spekulatif dan refleksif, dia memilih agar filsafat diam karena ketidakmampuannya mendorong perubahan.
Pada tahun 1950 dia kembali ke Jerman dan menjadi inspirasi bagi gerakan mahasiswa radikal dalam SDS (sizialisticher Deustscher Studentenbund), namun dia sendiri tidak setuju dengan gerakan itu karena memakai kekerasan dalam melakukan aksi demonstrasi. Kemudian Horkheimer justru ditolak oleh para mahasiswa, bahkan dimusuhi hingga mengalami trauma.Pada akhirnya dia menjadi seorang yang religius, sebab menurutnya kebenaran tidak mungkin ada tanpa adanya Allah. Hal ini memengaruhi warna dari Sekolah Frankfurt juga, yang tadinya optimis menjadi pesimis terhadap perubahan masyarakat. Dia meninggal pada 7 Juli 1973.
Dimulai dari tahun 1931 ketika Horkheimer menjabat sebagai Direktur Sekolah Frankfurt menggantikan Carl Grunberg, dia berpidato tentang filsafat sosial sebagai "interpretasi filosofis tentang nasib manusia sejauh manusia bukan dipandang sebagai individu, tetap sebagai anggota [masyarakat]]. Jadi, obyek filsafat sosial sekarang adalah semua kelembagaan yang bersifat material dan spiritual dari kemanusiaan secara menyeluruh", bukan filsafat yang memaksa nilai filosofis manusia dalam pengangguran, keterasingan dan penindasan yang dilakukan oleh kelas penguasa. Dia memakai pandangan Karl Marx dalam anggapan bahwa kejiwaan manusia, kepribadian juga hukum, kesenian, filsafat sebagai semata-mata cermin dari bidang ekonomi, dan bukan dengan vulgar memakai sumbangan Hegel tentang kendali Roh, namun pada dialektika antara realitas material dan mental. Dalam pikiran yang bergerak di bidang ideologi inilah, ideologi dipandang sangat berperan dalam ikut mengacaukan kenyataan sosial. Dua hal yang menjadi perhatian teori kemasayarakatan Horkheimer adalah bidang sosiolgi politik dan kebudayaan.
Ini adalah salah satu kutipan karya Horkheimer dalam buku Eclipse of Reason pada tahun 1933 ketika dia di Amerika dalam puncaknya menentang kapitalisme.
“Individu-individu sejati zaman ini adalah martir-martir yang tenggelam dalam neraka-neraka penderitaan dan keburukan dalam perlawanan mereka terhadap perbudakan dan penindasan. Mereka bukanlah kepribadian-kepribadian yang mendongak, kaum terkemuka seperti lazimnya. Pahlawan-pahlawan tak dikenal itu secara sadar menyatakan eksistensinya sebagai individu-individu terhadap pembinasaan secara teror. Lain dengan mereka-mereka yang secara tidak sadar menanggung pembinasaan itu lewat proses sosial. Martir-martir tak bernama dari kamp-kamp konsentrasi adalah simbol-simbol dari kemanusiaan yang mencoba untuk lahir. Filsafat bertugas untuk menterjemahkan apa yang mereka kerjakan ke dalam bahasa yang dapat didengar, meski suara mereka dibungkam oleh tirani.”
Munculnya Sekolah Frankfurt berbarengan dengan suburnya kapitalisme monopolis di Eropa. Sekolah Frankfurt, termasuk Horkheimer memandang kapitalisme monopolis sebagai suatu tahap kapitalisme di mana usaha-usaha raksasa menguasai pasar, mengatur dan menentukan harga, sementara perusahaan-perusahaan kecil dengan serta mereta digulungnya. Hal ini cenderung menghapuskan pasar dan dinamika persaingan bebas.
Karya yang terkenal dari Horkheimer adalah buku berjudul Dialektika Pencerahan yang ditulis bersama dengan Adorno pada tahun 1944. Isi buku tersebut adalah kritik terhadap modernitas, yang dipandang oleh Adorno dan Horkheimer, sebagai sejarah dominasi atau penguasaan. Pemikiran ini mirip dengan kritik Marx. Perbedaannya adalah Adorno dan Horkheimer tidak menjelaskan sejarah penguasaan dari hubungan produksi, melainkan dari dorongan psikologis manusia, yakni kehendak untuk berkuasa. Paham kehendak berkuasa tersebut diambil alih dari Nietzsche. Karena itu, Adorno dan Horkheimer mengkritik kesadaran yang ada pada masyarakat itu sendiri, yakni kesadaran modern dengan rasio sebagai alat utama dominasi. Selanjutnya, mereka juga menyimpulkan bahwa Pencerahan yang dipandang sebagai kemajuan dari cara pandang mitologis, sebenarnya telah menjadi mitos itu sendiri. Kemudian mitos itu juga menghasilkan penindasan dan penguasaan manusia yang satu terhadap yang lainnya. Contoh kongkret dari penindasan itu adalah munculnya ideologi fasisme Jerman serta kemajuan teknologi yang memanupulasi manusia.
Dalam Dialectics of Enlightenment (1972), Horkheimer dan Adorno seolah memakai teori sebelumnya (Marx dll) namun juga mengkritiknya. Jika Marx hanya pada kapitalisme, maka Horkheimer dan Adorno memiliki lebih banyak aspek yang dipikirkan; politik, alam, kamausiaan dsb.
Horkheimer dan Adorno mengkritik 'dominasi' yang biasa dilakukan olehj filsafat barat, bahkan karena terlalu mementingkan kemajuan dan rasionalisasi, maka alam begitu saja menjadi obyek untuk dikuasai. Walau pun demikian, Horkheimer dan Adorno tetap mengakui bahwa manusia membutuhkan makanan, pertanian dan industri bagi teknologi, namun semua itu haruslah dikendalikan agar tidak menjadikan martabat manusia mengalami kemunduran.
Namun yang terjadi adalah identitas manusia justru direndahkan karena keinginan para penguasa, pada pemilik industri, manusia menjadi alat bagi kemajuan teknologi. Dalam hal ini, selain kemajuan teknologi, kakuasaan manusia juga sudah mengalami kealpaan untuk menghargai martabat manusia lain. Hal ini terjadi dalam peristiwa pembantaian yang dilakukan oleh Nazi di bawah kekuasaan Hitler yang membantai manusia layaknya objek saja.
Aufklarung atau pencerahan sumbangan Kant dalam diri manusia dimanfaatkan sebagai optimisme oleh Horkheimer. Manusia yang berakal budi dapat mengeluarkan dirinya sendiri dari keterpurukan akibat pihak di luar dirinya. Di sini, akal budi dianggap sebagai bekal untuk mengentaskan manusia yang menurut Horkheimer irasional, padahal manusia haruslah rasional. Lalu Horkheimer memulai teori kritisnya dengan pertanyaan-pertanyaan; "dapatkan teori rasional tentang diri manusia dalam lingkungannya?", "bagaimanakah teori ini menjadi emansipatoris?", "manakah teori yang mampu mengembalikan manusia menjadi rasional kembali?", "di mana martabat dan kepenuhan individu dapat terpenuhi?" dsb. Dari pertanyaan-pertanyaan inilah, dia berteori berbagai bidang sosial dalam usaha menyadarkan manusia agar tidak terjerat proses kapitalisme yang sedang memonopoli kemanusiaannya.
Kritik-kritik yang dipakai Horkheimer adalah kritik tradisional di mana terdapat tiga hal yang harus dilakukan;
1. Dia harus curiga dan kritis terhadap masyarakat.
2. Ia harus berpikir historis.
3. Ia harus tidak memisahkan teori dan praksis.
Namun pada akhirnya terori ini gagal menurutnya. Kegagalan itu terletak pada ketidakmampuan memberikan pengertian rasional tentang manusia dalam alam lingkungannya. Namun sebaliknya, justru membiarkan individu terbelenggu dalam masyarakat irasional. Dari kegagalan inilah, maka teori kritis haruslah menjadi emansipatoris.
Ref:
Hasbullah, Moeflih. 2012. Filsafat Sejarah. Bandung: Pustaka Setia.
http:chabib.sunan_ampel.ac.id/wp.content/uploads/2008/11/metode_berfikir_kritis.words.pdf. diunggah pada tanggal 24-05-2013. Pukul 10.06 WIB.

Senin, 03 Juni 2013

Sistem Politik Indonesia


Anien Age Budiyani
Sistem Politik Indonesia
Sejarah Sistem Politik Indonesia bisa dilihat dari proses politik yang terjadi di dalamnya. Namun dalam menguraikannya tidak cukup sekedar melihat sejarah Bangsa Indonesia tapi diperlukan analisis sistem agar lebih efektif. Dalam proses politik biasanya di dalamnya terdapat interaksi fungsional yaitu proses aliran yang berputar menjaga eksistensinya. Sistem politik merupakan sistem yang terbuka, karena sistem ini dikelilingi oleh lingkungan yang memiliki tantangan dan tekanan. Dalam melakukan analisis sistem bisa dengan pendekatan satu segi pandangan saja seperti dari sistem kepartaian, tetapi juga tidak bisa dilihat dari pendekatan tradisional dengan melakukan proyeksi sejarah yang hanya berupa pemotretan sekilas. Pendekatan yang harus dilakukan dengan pendekatan integratif yaitu pendekatan sistem, pelaku-saranan-tujuan dan pengambilan keputusan Proses politik mengisyaratkan harus adanya kapabilitas sistem. Kapabilitas sistem adalah kemampuan sistem untuk menghadapi kenyataan dan tantangan. Pandangan mengenai keberhasilan dalam menghadapi tantangan ini berbeda diantara para pakar politik. Ahli politik zaman klasik seperti Aristoteles dan Plato dan diikuti oleh teoritisi liberal abad ke-18 dan 19 melihat prestasi politik dikuru dari sudut moral. Sedangkan pada masa modern sekarang ahli politik melihatnya dari tingkat prestasi (performance level) yaitu seberapa besar pengaruh lingkungan dalam masyarakat, lingkungan luar masyarakat dan lingkungan internasional. Pengaruh ini akan memunculkan perubahan politik. Adapun pelaku perubahan politik bisa dari elit politik, atau dari kelompok infrastruktur politik dan dari lingkungan internasional. Perubahan ini besaran maupun isi aliran berupa input dan output. Proes mengkonversi input menjadi output dilakukan oleh penjaga gawang (gatekeeper).
Terdapat 5 kapabilitas yang menjadi penilaian prestasi sebuah sistem politik :
1. Kapabilitas Ekstraktif, yaitu kemampuan Sumber daya alam dan sumber daya manusia. Kemampuan SDA biasanya masih bersifat potensial sampai kemudian digunakan secara maksimal oleh pemerintah. Seperti pengelolaan minyak tanah, pertambangan yang ketika datang para penanam modal domestik itu akan memberikan pemasukan bagi pemerintah berupa pajak. Pajak inilah yang kemudian menghidupkan negara.
2. Kapabilitas Distributif. SDA yang dimiliki oleh masyarakat dan negara diolah sedemikian rupa untuk dapat didistribusikan secara merata, misalkan seperti sembako yang diharuskan dapat merata distribusinya keseluruh masyarakat. Demikian pula dengan pajak sebagai pemasukan negara itu harus kembali didistribusikan dari pemerintah pusat ke pemerintah daerah.
3. Kapabilitas Regulatif (pengaturan). Dalam menyelenggaran pengawasan tingkah laku individu dan kelompok maka dibutuhkan adanya pengaturan. Regulasi individu sering memunculkan benturan pendapat. Seperti ketika pemerintah membutuhkan maka kemudian regulasi diperketat, hal ini mengakibatkan keterlibatan masyarakat terkekang.
4. kapabilitas simbolik, artinya kemampuan pemerintah dalam berkreasi dan secara selektif membuat kebijakan yang akan diterima oleh rakyat. Semakin diterima kebijakan yang dibuat pemerintah maka semakin baik kapabilitas simbolik sistem.
5. kapabilitas responsif, dalam proses politik terdapat hubungan antara input dan output, output berupa kebijakan pemerintah sejauh mana dipengaruhi oleh masukan atau adanya partisipasi masyarakat sebagai inputnya akan menjadi ukuran kapabilitas responsif.
6. kapabilitas dalam negeri dan internasional. Sebuah negara tidak bisa sendirian hidup dalam dunia yang mengglobal saat ini, bahkan sekarang banyak negara yang memiliki kapabilitas ekstraktif berupa perdagangan internasional. Minimal dalam kapabilitas internasional ini negara kaya atau berkuasa (superpower) memberikan hibah (grants) dan pinjaman (loan) kepada negara-negara berkembang.
Ada satu pendekatan lagi yang dibutuhkan dalam melihat proses politik yaitu pendekatan pembangunan, yang terdiri dari 2 hal:
a. Pembangunan politik masyarakat berupa mobilisasi, partisipasi atau pertengahan. Gaya agregasi kepentingan masyarakat ini bisa dilakukans ecara tawaran pragmatik seperti yang digunakan di AS atau pengejaran nilai yang absolut seperti di Uni Sovyet atau tradisionalistik.
b. Pembangunan politik pemerintah berupa stabilitas politik

PROSES POLITIK DI INDONESIA
Sejarah Sistem politik Indonesia dilihat dari proses politiknya bisa dilihat dari masa-masa berikut ini:
- Masa prakolonial
- Masa kolonial (penjajahan)
- Masa Demokrasi Liberal
- Masa Demokrasi terpimpin
- Masa Demokrasi Pancasila
- Masa Reformasi
Bila diuraikan kembali maka diperoleh analisis sebagai berikut :
1. Masa prakolonial (Kerajaan)
·         Penyaluran tuntutan – rendah dan terpenuhi
·         Pemeliharaan nilai – disesuikan dengan penguasa atau pemenang peperangan
·         Kapabilitas – SDA melimpah
·         Integrasi vertikal – atas bawah
·         Integrasi horizontal – nampak hanya sesama penguasa kerajaan
·         Gaya politik - kerajaan
·         Kepemimpinan – raja, pangeran dan keluarga kerajaan
·         Partisipasi massa – sangat rendah
·         Keterlibatan militer – sangat kuat karena berkaitan dengan perang
·         Aparat negara – loyal kepada kerajaan dan raja yang memerintah
·         Stabilitas – stabil dimasa aman dan instabil dimasa perang
2. Masa kolonial (penjajahan)
·         Penyaluran tuntutan – rendah dan tidak terpenuhi
·         Pemeliharaan nilai – sering terjadi pelanggaran ham
·         Kapabilitas – melimpah tapi dikeruk bagi kepentingan penjajah
·         Integrasi vertikal – atas bawah tidak harmonis
·         Integrasi horizontal – harmonis dengan sesama penjajah atau elit pribumi
·         Gaya politik – penjajahan, politik belah bambu (memecah belah)
·         Kepemimpinan – dari penjajah dan elit pribumi yang diperalat
·         Partisipasi massa – sangat rendah bahkan tidak ada
·         Keterlibatan militer – sangat besar
·         Aparat negara – loyal kepada penjajah
·         Stabilitas – stabil tapi dalam kondisi mudah pecah
3. Masa Demokrasi Liberal
·         Penyaluran tuntutan – tinggi tapi sistem belum memadani
·         Pemeliharaan nilai – penghargaan HAM tinggi
·         Kapabilitas – baru sebagian yang dipergunakan, kebanyakan masih potensial
4. Masa Demokrasi terpimpin
·         Penyaluran tuntutan – tinggi tapi tidak tersalurkan karena adanya Front nas
·         Pemeliharaan nilai – Penghormatan HAM rendah
·         Kapabilitas – abstrak, distributif dan simbolik, ekonomi tidak maju
·         Integrasi vertikal – atas bawah
·         Integrasi horizontal – berperan solidarity makers,
·         Gaya politik – ideolog, nasakom
5. Masa Demokrasi Pancasila
·         Pemeliharaan nilai – terjadi Pelanggaran HAM tapi ada pengakuan HAM
·         Kapabilitas – sistem terbuka
·         Integrasi vertikal – atas bawah
·         Integrasi horizontal - nampak
·         Gaya politik – intelek, pragmatik, konsep pembangunan
·         Kepemimpinan – teknokrat dan ABRI
·         Partisipasi massa – awalnya bebas terbatas, kemudian lebih banyak dibatasi
·         Keterlibatan militer – merajalela dengan konsep dwifungsi ABRI
·         Aparat negara – loyal kepada pemerintah (Golkar)
·         Stabilitas stabil
6. Masa Reformasi
·         Penyaluran tuntutan – tinggi dan terpenuhi
·         Pemeliharaan nilai – Penghormatan HAM tinggi
·         Kapabilitas –disesuaikan dengan Otonomi daerah
·         Integrasi vertikal – dua arah, atas bawah dan bawah atas
·         Integrasi horizontal – nampak, muncul kebebasan (euforia)
·         Gaya politik - pragmatik
·         Kepemimpinan – sipil, purnawiranan, politisi
·         Partisipasi massa - tinggi
·         Keterlibatan militer - dibatasi
·         Aparat negara – harus loyal kepada negara bukan pemerintah
·         Stabilitas - instabil
BUDAYA POLITIK
Budaya politik adalah pola tingkah laku individu dan orientasinya terhadap kehidupan politik.
Budaya politik berbeda dengan peradaban politik yang lebih dititiktekankan pada teknologi.
Budaya politik dilihat dari perilaku politik masyarakat antara mendukung atau antipati juga perilaku yang dipengaruhi oleh orientasi umum atau opini publik.
Tipe budaya politik
1. Budaya parokial yaitu budaya politik yang terbatas pada wilayah tertentu bahkan masyarakat belum memiliki kesadaran berpolitik, sekalipun ada menyerahkannya kepada pemimpin lokal seperti suku.
2. Budaya Kaula artinya masyarakat sudah memiliki kesadaran terhadap sistem politik namun tidak berdaya dan tidak mampu berpartisipasi sehingga hanya melihat outputnya saja tanpa bisa memberikan input.
3. Budaya partisipan yaitu budaya dimana masyarakat sangat aktif dalam kehidupan politik.
4. budaya politik campuran, maksudnya disetiap bangsa budaya politik itu tidak terpaku kepada satu budaya, sekalipun sekarang banyak negara sudah maju, namun ternyata tidak semuanya berbudaya partisipan, masih ada yang kaula dan parokial. Inilah yang kemudian disebut sebagai budaya politik campuran.
Ketika melihat budaya politik di Indonesia kita bisa melihat dari aspek berikut:
a. Konfigurasi subkultur. Indonesia terdiri dari berbagai suku bangsa yang beragam, namun semuanya sudah melebur menjadi satu bangsa sehingga tidak muncul kekhawatiran terjadi konflik. Berbeda dengan india yang subkulturnya sangat beragam bahkan terjadi sekat antar kasta.
b. Bersifat Parokial kaula. Karena masyarakat Indonesia mayoritas masih berpendidikan rendah maka budaya politiknya masih bersifat parokial kaula.
c. Ikatan primordial, sentimen kedaerahan masih muncul apalagi ketika Otonomi Daerah diberlakukan.
d. Paternalisme, artinya masih muncul budaya asal bapak senang (ABS)
e. Dilema interaksi modernisme dengan tradisi. Indonesia masih kuat dengan tradisi namun modernisme mulai muncul dan menggeser tradisi tersebut sehingga memunculkan sikap dilematis.


STRUKTUR POLITIK
Politik adalah Alokasi nilai-nilai yang bersifat otoritatif yang dipengaruhi oleh distribusi serta penggunaan kekuasaan.
Kekuasaan berarti kapasitas dalam menggunakan wewenang, hak dan kekuatan fisik.
Ketika berbicara struktur politik maka yang akan diperbincangkan adalah tentang mesin politik sebagai lembaga yang dipakai untuk mencapai tujuan.
Berdasarkan jenisnya mesin politik terbagi dua yaitu :
1. Mesin politik Informal
- Pengelompokan atas persamaan sosial ekonomi
·         Golongan petani merupakan kelompok mayoritas (silent majority)
·         Golongan buruh
·         Golongan Intelegensia merupakan kelompok vocal majority
- Persamaan jenis tujuan seperti golongan agama, militer, usahawan, atau seniman
- Kenyataan kehidupan politik rakyat seperti partai politik, tokoh politik, golongan kepentingan dan golongan penekan.
2. Mesin politik formal
Mesin politik formal berupa lembaga yang resmi mengatur pemerintahan yaitu yang tergabung dalam trias politika :
- Legislatif
- Eksekutif
- Yudikatif
       Fungsi Politik
  1. Pendidikan politik
  2. Mempertemukan kepentingan atau mengakomodasi dan beradaptasi
  3. Agregasi kepentingan yaitu menyalurkan pendapat masyarakat kepada penguasa, disini penyalurnya berarti pihak ketiga
  4. Seleksi kepemimpinan
  5. komunikasi politik yaitu masyarakt mengemukakan langsung pendapatnya kepada penguasa demikian pula sebaliknya.
Sistem adalah Satu kesatuan yang terbentuk dari beberapa unsur yang saling terkait
Suatu cara yang mekanismenya berpola, konsisten dan otomatis
Politik berasal dari polis (negara kota: bhs Yunani)
Artinya kegiatan dalam rangka mengurus kepentingan masyarakat
Indonesia adalah nama untuk suatu bangsa dan negara yang memiliki wilayah, penduduk, pemerintah dan aturan.
Sistem Politik berarti mekanisme seperangkat fungsi atau peranan dalam strutkus politik dalam hubungan satu sama lain yang menunjukkan satu proses yang langgeng.
Sistem Politik Indonesia berarti :
  1. Sistem politik yang pernah berlaku di Indonesia (masa lampau)
  2. sistem politik yang sedang berlaku di Indonesia (masa sekarang)
  3. Sistem politik yang berlaku selama eksistensi Indonesia masih ada (masa yang akan datang)
Fenomena dalam politik
a. Sistem Politik Negara
           b. Peran politik Jabatan
           c. Struktur politik Institusi
           d. Budaya politik Pendapat umum
          e. Sosialisasi politik Pendidikan kewarganegaraan.
Sistem politik Indonesia tidak bisa dipisahkan dari sejarah bangsa Indonesia sejak zaman kerajaan, penjajahan, kemerdekaan sampai masa reformasi sekarang. Para founding father bangsa telah merumuskan secara seksama sistem politik yang menjadi acuan dalam pengelolaan negara. Hal ini tentunya dilakukan dengan melihat kondisi dan situasi bangsa pada saat itu. Sistem politik Indonesia pada masa reformasi saat ini mengalami perkembangan yang sangat signifikan. Bermunculan lembaga dan sistem yang baru dalam rangka merespon permasalahan bangsa yang semakin kompleks. Berdasarkan hal tersebut, mata kuliah ini disajikan sebagai dasar untuk pengenalan lebih jauh tentang apa dan bagaimana sistem politik Indonesia. Secara spesifik akan dikaji mengenai sistem politik sejak zaman kerajaan sampai masa reformasi, sistem kepartaian, sistem pemilihan umum, dan fungsi serta kedudukan lembaga eksekutif, legislatif dan yudikatif.
      Referensi :
  1. Rusadi Kantaprawira, Sistem Politik Indonesia, Sinar Baru, Bandung, 1988
  2. Fisip UI, Mengubur Sistem Politik Orde Baru, Bandung, Mizan, 1998